Sunday, July 14, 2013

Pendakian Merbabu Part 1 : Boarding

Subhanallah. Cuma itu yang bisa menggambarkan secara keseluruhan pedakian Merbabu kemarin hahaha.
Berawal dari kenekatan gue berangkat sendirian ke Stasiun Pasar Senen buat nyari tiket dan kenekatan ngambil tiket berangkat tanggal 7 malam (karena memang dapetnya tanggal segitu) padahal kabarnya awal puasa mulai tanggal 9 dan kemudian berangkatlah gue dan Ikhsan ke Yogyakarta.

Berangkat
Hari Minggu sore, tanggal 7 Juli, setelah shalat Ashar kami berangkat dari rumah, sekitar jam 3:45. Sampai di Stasiun Bogor jam 4:35. Beli tiket Commuter Line tujuan Stasiun Cikini seharga Rp4 000. Kami berangkat jam 5:10 dan sampai di Stasiun Cikini jam 6:20. Jakarta sudah menggelap, begitu turun dari tangga stasiun, kami segera belok ke kiri untuk naik metromini nomor 17. Jalanan Jakarta yang kami lalui magrib itu tidak terlalu ramai, mungkin memang bukan jalur-jalur padat, mungkin, gue kan jarang berkeliaran di ibu kota hehe.
foto sebelum berangkat sama Bapak & Mama
Kami turun dari metromini di depan Terminal Pasar Senen, lanjut jalan kaki sekitar 5-10 menit ke Stasiun Pasar Senen. Jam 7 lewat beberapa detik, kami sampai di stasiun. Kereta kami memang baru berangkat jam 10 malam, nama keretanya Progo, harga tiketnya Rp90 000, tapi gue menimbang untuk berangkat agak awal karena mau menukarkan tiket pulang yang gue pesan lewat internet. Nah, gue lupa loket penukarannya itu tutup pukul 19:00 atau 22:00, soalnya ada dua jam tutup berbeda untuk beberapa loket. Untungnya ternyata loket penukaran tiket yang dibeli online / lewat minimart / lewat pos dan sebagainya tutup pukul 22:00, sedangkan yang tutup pukul 19:00 itu loket pembelian langsung untuk pemesananan tiket keberangkatan hingga H-90.
Setelah dapat tiket untuk pulang, yaitu tiket Gaya Baru Malam Selatan yang berangkat dari Stasiun Lempuyangan jam 17:09 tanggal 10 nanti, seharga Rp110 000, kami shalat di musola yang sempit banget. Kami shalat gantian karena sambil nungguin barang. Selesai shalat, waktu baru menunjukkan jam setengah 8 lewat, masih dua jam lebih kami harus nunggu kereta. Kami duduk di depan minimart di dekat pintu utara stasiun, beli minum tambahan, camilan, sama antimo.
Ikhsan agak masuk angin, kami memang belum sempat makan malam, bawa bekal sih, tapi belum dimakan, rencana mau makan begitu sudah duduk di kereta. Jam 9:40 akhirnya kami jalan menuju peron untuk naik ke rangkaian kereta. Teman perjalanan kami saat itu adalah tim hoki UGM yang baru selesai kompetisi hoki di daerah Cikini. Empat orang yang duduk sama kami karena dapetnya memang di bangku yang 3-3, hadap-hadapan jadi bareng berenam.
Kereta berangkat jam 10 lewat satu menit. Awal perjalanan mereka rame banget, ketawa-ketawa sambil becandain salah satu teman mereka yang sepertinya memang sering jadi bahan cengan, namanya Ega. Gue ngobrol-ngobrol juga sama mereka, kebetulan Ega ini satu jurusan sama Farhan atau panggil saja dia Buluk, sepupu gue yang nanti bakal jemput dan anterin gue sama Ikhsan ke Merbabu. Rata-rata dari mereka angkatan 2011, cuma satu orang yang angkatan 2009 sama kayak gue, jadi merasa tua dan sudah kedaluarsa untuk jadi mahasiswa pfft hahaha.
Sekira jam 11, baru sampe Cikampek, Ikhsan minta plastik kemudian dia muntah gegara telat makan, ckck. Padahal tadi sebelum kereta berangkat dia sempet makan walaupun sedikit. Selesai muntah dia langsung segar dan sehat kembali. Kereta berhenti di beberapa stasiun, salah satunya di Stasiun Cirebon Prujakan, lumayan lama, hampir 40 menit.

Yogyakarta
Tanggal 8 Juli, jam 6:26 yang sebenarnya merupakan jadwal kereta sampai di Stasiun Lempuyangan, kami baru masuk wilayah Yogyakarta. Gerbong kami sudah lumayan sepi, tim hoki UGM yang duduk bareng kami sudah pindah duduk ke teman-temannya yang lain di gerbong yang sama. Gue sama Ikhsan langsung selonjor-selonjor kaki sambil memandangi matahari yang mulai meninggi di timur sana. Ada satu pasangan yang kece menyambut kami masuk Yogya, yups, Merapi dan Merbabu di kejauhan :3
Merbabu dan Merapi
Jam 7 kurang sedikit kami lewati Stasiun Tugu, gue telepon Buluk ngabarin kalau kami sudah sampai. Pas gue telepon dia baru bangun haha. Kami sampai di Stasiun Lempuyangan jam 7 lebih sedikit. Buluk sama Aul, temannya, jemput kami sekitar jam 7:45.
Kami sampai di sekret Satu Bumi, penggiat alamnya Fakultas Teknik UGM, sekitar jam 8 lewat. Di depan sekret lagi pada rame, banyak teman-temannya Buluk. Kami kenalan dan ngobrol-ngobrol. Salah satu temannya Buluk, namanya Yayan, nanya ke Ikhsan, “Namanya siapa?” Ikhsan kayaknya masih pelongo gitu, dia menggumamkan sesuatu yang terdengar seperti “BAT”. Semua orang langsung mengira nama dia Bat dan semua orang pun manggil dia Bat haha. Mereka juga banyak yang ngira kalau gue adeknya Ikhsan dan ngira gue masih sekolah haha. Setelah beberapa kali orang yang nanya tingkat pendidikan gue, Buluk selalu langsung nyamber, “Heh, itu sepupu gue lagi skripsian, bukan anak sekolahan!” hahaha.
Gue sama Buluk ngomongin soal rencana pendakian. Dia ngajak satu temennya, namanya Tebe, buat ikut menemani kami mendaki. Rencananya kami mau lewat jalur Selo di Boyolali, berangkat nanti malam, lama perjalanan ke sana sekitar 2 jam. Menurut Buluk, pos pendakian Merbabu yang paling mudah aksesnya dan jalur pendakiannya juga lumayan enak itu dari Selo. Kalau dari yang gue baca-baca di blog orang sih katanya jalur Wekas itu paling pendek. Nah, Buluk bilang jalur Wekas itu start mendakinya memang sudah tinggi jadi memang paling pendek, tapi artinya akses ke pos pendakiannya lumayan sulit karena menanjaknya lumayan parah.
Sekitar jam 2 siang Tebe datang ke sekret. Tebe mengiyakan ajakan Buluk, asal berangkat setelah tarawih karena dia mulai puasa tanggal 9, sedangkan kami bertiga masih nunggu pengumuman pemerintah. Jadi rencana pun fix, berangkat setelah tarawih, sorenya kami mau belanja logistik dulu.
Sepupu gue yang satu ini, dari dulu memang jago tidur. Nggak cuma satu kali dia naik angkot terus tujuannya kelewat gegara tidur. Sama seperti sore itu, dia susah banget dibangunin buat belanja logistik. Dari rencana mau belanja sore, akhirnya gue sama dia baru belanja jam setengah 7 malam sambil nunggu Tebe selesai tarawih.
Buluk bilang dia kalau belanja makanan pasti banyak, segala macam makanan pengen dibeli. Belanja logistik kali itu kami menghabiskan sekitar Rp150 000, beli beras, air minum berliter-liter, spageti, saus spageti, nugget, cokelat seduh, oat milk, cabai, bawang, dan masih banyak lagi.
Sepulang belanja, televisi pun mengabarkan kalau menurut pemerintah, puasa mulai tanggal 10. Artinya kami bakal sahur pertama di gunung, gue nggak berani mikirin bakal gimana jadinya meskipun sebetulnya udah siap mental kalau harus puasa di gunung.
Begitu sampai di sekret lagi, kami langsung packing. Ikhsan pake tas pinjaman, beberapa barang kami tinggal di sekret supaya tidak memberatkan, karena nggak bakal dipakai juga. Jam 10:15 kami berangkat dari sekret, mampir sebentar ke kostan Aul buat ngambil sepatu yang mau dipakai Ikhsan, terus mampir buat makan malam. Kata Buluk sama Tebe sih nama tempatnya ‘burjo-burjo’ gitu, porsinya banyak banget, harganya kisaran Rp4 500-Rp6 500 (kalau nggak salah).

Menuju Selo, Boyolali
Jam 10:45, selesai makan malam, akhirnya kami berangkat menuju Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali. Menurut Buluk sih, transport dari Yogya ke Selo jarang, apalagi untuk ke pos pendakian Merapi / Merbabu. Kami malam itu berangkat dengan dua motor pinjaman dari Sentot sama Gale (sependengaran gue sih Gale hehe). Buluk bonceng Ikhsan pakai motor Sentot, sedangkan gue dibonceng sama Tebe. Bensin dua motor menghabiskan sekitar Rp50 000.
Perjalanan Yogya-Selo luar biasa sekali. Dingin, gelap, berkabut, menanjak, pegel, jalan berlubang, dan sebagainya. Dingin dan gelap jelas karena udah malam. Pegel karena jauh dan lama, ditambah pula motor yang dipakai Tebe sama gue, injekan buat penumpangnya cuma ada yang kanan, jadi kaki kiri gue melayang-layang selama perjalanan haha. Di tengah perjalanan, kami sempat istirahat di pertigaan gegara motor yang dipake Buluk agak bermasalah. Sambil istirahat, Ikhsan ganti sepatu yang dipinjam dari Aul. Setelah dia rasa-rasa dan dilihat ulang, ternyata dua sepatu yang dipinjamkan Aul itu berbeda, bahkan beda merk, beda warna, dan beda ukuran; yang kanan merk Karrimor warna biru, yang kiri merk Eiger warna merah haha.
Perjalanan kami lanjut setelah motornya Sentot disembur-sembur pakai air minum. Sekitar beberapa ratus meter dari pertigaan, kami mulai bisa lihat Merapi di kegelapan, di sebelah kanan jalanan yang kami lalui, gagah sekali. Tebe juga menunjukkan jalan menuju pos pendakian Merapi, belokannya di kanan dari arah kami datang. Sekitar 100-200 meter dari belokan ke Merapi, kami belok ke kiri, jalan menuju pos pendakian Merbabu di Selo.
Perjalanan semenjak dari pertigaan itu menanjak terus-terus-terus, lebih parah menanjaknya dari belokan ke pos pendakian Merbabu, sampai akhirnya sewaktu lagi mengarungi suatu tanjakan, motor Sentot mati total dan nggak bisa nyala. Motor mati itu digiring Buluk ke tempat Tebe dan gue nunggu. Setelah menimbang-nimbang, akhirnya gue duluan diantar Tebe ke basecamp / pos pendakian, selanjutnya liat ntar.
Gue sampe basecamp Pak Parman di Dukuh Genting, Desa Tarubatang, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali jam setengah 2 pagi. Tebe balik lagi buat jemput Ikhsan. Gue deg-degan nunggu mereka balik lagi, jalannya itu lho, ngeri banget, banyak bagian curam, bukan cuma menanjak biasa. Salut deh gue sama Tebe, strong woman banget!
basecamp
Setelah menunggu sekira 10 menit, gue melihat kilatan cahaya lampu motor dari bawah dan ada dua! Alhamdulillah, lega banget hahaha. Rencana kami untuk naik malam itu juga terpaksa digagalkan. Pertama karena kami masih deg-degan sama motor yang kami pikir nggak bakal bisa naik sampai basecamp, kedua pos pendaftarannya juga masih tutup, bahkan mau masuk ke ruang tempat berteduh aja dikunci. Akhirnya kami tidur di teras, gue meringkuk di salah satu kursi, Ikhsan tidur duduk di kursi lain, Tebe tidur selonjoran di kursi yang agak panjang, Buluk tidur di lantai beralaskan matras berselimutkan flysheet.

Pagi di Pos Pendakian Selo

Matahari mengalah demi kabut yang menutupi hampir sepanjang jalan aspal di depan pos pendakian. Gue sempat terbangun beberapa kali dan setiap kali terbangun pasti bergidik kedinginan. Buluk seperti biasa susah dibangunkan dari tidurnya dan sudah bangun pun berkali-kali tidur lagi. Setelah menunggu ini-itu, akhirnya jam 8:20 kami start pendakian setelah berdoa dipimpin yang paling muda, Ikhsan. Sudah siang memang, tapi kabut belum juga menguap. 
foto sebelum berangkat

0 comments:

@nunnurul. Powered by Blogger.