Friday, June 23, 2023

Menjelang Hadirnya Anak TK di Rumah Kami

   Mendekati tahun ajaran baru, mendekati anak pertamaku memasuki fase hidupnya sebagai anak dengan usia prasekolah. 
   Lalu aku tetiba terpikir, how well would she be at her school, as a student, as a learner? Aku sejujurnya sampai sekarang pun santai kalau bukan mungkin kelewat santai soal akademik. Buibuk lain ada yg resah anak seumurnya sudah bisa menulis, sudah bisa membaca. Aku sejauh ini masih santai, stimulasi sebisaku semampuku, selesai. Gak ada target anakku harus bisa baca umur sekian, bisa menulis sebelum umur sekian. 
   Terpikir lagi, nilai akademik. Buatku, Kamara tinggi atau tidak nilainya, naik atau tidak nilainya, aku sepertinya tidak akan terlalu keberatan. Buatku, lebih penting Kamara merasa nyaman dengan sekolahnya, cinta dengan proses belajar itu sendiri, tidak merasa tertekan dengan nilai harus segini segitu. Buatku, lebih penting Kamara punya softskill dan memanfaatkan kemampuannya untuk hal-hal yang positif. Buatku, lebih penting Kamara berani bicara di depan umum, di depan orang lain dengan percaya diri, yakin akan kemampuannya.
Sekali lagi, ini buatku, menurutku.
   Orang tua lain mungkin berbeda pandangan, tapi tujuannya sama, untuk kebaikan anak.

Friday, June 09, 2023

A Little Story for More Alhamdulillah

    So, I had my second pregnancy for about 56 days. Sometimes, even when we've expected any possibilities, any twirling emotion still may occur.

Note: postingan ini mungkin sedikit panjang, karena aku ingin meyimpan ceritanya di sini.


    Tanggal 3 Mei 2023, akhirnya periksa kehamilan, after two weeks knowing that I'm pregnant, setelah melewati Idul Fitri dan cuti dokter. Entah kenapa setiap pertama kali periksa hamil, aku selalu seperti mempersiapkan apa pun yang mungkin terjadi. Kemungkinan-kemungkinan apa pun. Ternyata di kehamilan kedua inilah aku mengalami apa yang bisa aku bilang ekspektasi yang tidak kuekspektasikan.

    Janin dan kantung hamil menempel di luka bekas operasi SC-ku dulu saat melahirkan anak pertama. Dokter pertama yang menanganiku menggelengkan kepalanya beberapa kali sambil menatap monitor tampilan USG. Janinnya tumbuh normal dan detak jantungnya terdengar. 

    Alhamdulillah sekali memilih ditangani dengan beliau when we first found out about the condition. Beliau mungkin tahu apa yang akan aku hadapi dan dari ucapan beliaulah aku percaya kalau ini sudah merupakan takdir dari Allah. 

    Beliau kemudian memberikan rujukan untuk berkonsultasi dengan dokter subspesialis fetomaternal di rumah sakit lain; untuk memastikan apa yang harus dilakukan selanjutnya. Hari itu juga kami ke rumah sakit tersebut, meskipun baru malam harinya kami bisa bertemu dengan dokter yang disarankan oleh dokter pertamaku.

    Apa yang aku rasakan saat itu? Pasrah sepasrah-pasrahnya, sambil ya berdoa juga tentunya. Sedih? Belum terlalu terasa karena aku lebih memikirkan apa yang akan aku jalankan selanjutnya. Menerima. Di titik itu aku merasa aku menerima. 

    Aku juga sangatttt bersyukur sekali, Bapak Ahmad Mubarik dengan kalem menemani istrinya jadi aku pun tidak terbawa panik; meskipun aku yakin pikiran kami sama-sama sibuk dengan segala kemungkinan dan beliau juga pasti mikirin kerjaannya yang ditinggal sementara. 

    Malam harinya, diagnosis dari dokter kedua yang merupakan dokter kandungan subspesialis fetomaternal adalah Cesarean Scar Ectopic Pregnancy or CSEP. Penyebabnya menurut beliau adalah aku kurang effort untuk mengembalikan otot rahim dan segala macam otot yang seharusnya dikembalikan setelah melahirkan. Jadi muncul lah rongga di luka SC dan menempellah kantung hamilku di situ. 

    Aku sempat googling tentang CSEP ini, menurut beberapa link yang kubaca, kejadiannya memang meningkat seiring meningkatnya proses kelahiran secara SC. Namun, kemungkinan terjadinya CSEP ini perbandingannya 1:1800 dari kehamilan pasca SC. Jadi memang aku si satunya dari satubandingseribudelapanratus.

    Dokter keduaku ini beberapa kali bilang kalau dalam kasus seperti ini, dokter akan mendahulukan keselamatan ibu. Posisi menempel yang salah tempat ini akan mengakibatkan perdarahan yang parah, kata beliau. Beliau juga menunjukkan banyaknya pembuluh darah di tempat dedek janin menempel, terlihat di layar USG. Di sini pun dipastikan janinnya normal, detak jantungnya dalam hitungan yang normal pula. Aku ingat angkanya, 114.

    Rekomendasi tindakan dari beliau adalah laparotomi, yaitu bedah perut. Setelah diskusi sama Pak Ahmad, kami memutuskan untuk berganti jaminan karena rumah sakit yang kedua ini lumayan biayanya, bisa buat aku umroh kayaknya. Hari berikutnya kami kembali ke rumah sakit dengan jaminan yang lain, asuransi pemerintah. Namun, baik dokter yang pertama menanganiku (beliau praktik juga di rumah sakit ini) maupun yang kedua, sedang tidak available. Kami berganti ke dokter ketiga.

    Saat konsultasi dengan dokter ketiga ini kami berusaha menjelaskan seperti yang sudah dipaparkan oleh dokter-dokter sebelumnya, tapi ada satu kali aku salah bicara. Saat menyebutkan rekomendasi tindakan dari dokter kedua, aku menyebutkan "SC" yang seharusnya laparotomi. Begitu aku mengucapkan SC, dokter ketigaku ini langsung kaget dan kemudian menceritakan pengalaman beliau membedah rahim di kondisi kehamilan masih sangat muda. Beliau bilang, "Rahim itu masih kecil sekali, seukuran telur ayam." Beliau menolak untuk menjalankan laparotomi and will go for curettage instead. Lalu aku dijadwalkan untuk tindakan tanggal 6 Mei 2023.

    Keluar dari ruangan dokter, aku dan Pak Ahmad saling menatap. Lho gak jadi laparotomi. Begitu lah kurang lebih makna tatapan kami. 

***

    Setelah melewati persiapan operasi, tes darah dan sebagainya, hari Sabtu subuh, aku dan Pak Ahmad ke rumah sakit lagi. Sekitar jam 10 dipasang alat untuk persiapan kuret dan kami menunggu sampai sekitar jam 15.30 aku ganti kostum untuk tindakan nanti. Sewaktu menunggu sebelum masuk ruang operasi, aku terus-terusan terpikir semoga selesai dengan kuret dan aman dan segala macam pikiran (maksain) positif lainnya. Alhamdulillah ngobrol ngalor ngidul ngulon sama Pak Ahmad bikin sedikit teralihkan.

    Kuret ini aku dibius umum alias pengsan alias tidak sadar. Sebelum dipingsanin, aku dzikir aja terus biar gak kepikiran soal si laparotomi. Kemudian aku masuk ke dalam video klipnya Coldplay x screensaver Windows2000. Wow bulat bulat warna warni, segitiga warna warni, kotak warna warni, kubus warna warni, balok warna warni. Lalu aku dengar aku disuruh angkat kepala. Hah, gimana caranya angkat kepala, aku lupa. Gak lama, aku merasa aku didorong di kasur terus ada yang pegangin tanganku, tangan Pak Ahmad. Sudah selesai sepertinya.

    Aku ingat aku nanya banyak hal sama Pak Ahmad, tapi aku gak ingat bicara apa aja. Cuma satu yang aku ingat, "Kamu udah buka puasa belum?" Karena beliau lagi puasa Syawal. Kata Pak Ahmad, aku masuk ruang operasi sekitar 20 menit. 

    Jam 21.00 aku masuk ruang perawatan biasa. Lalu kami tidur. Pertama kalinya tidak tidur sama Kamara huhu. Siang tadi dia ke Gramedia dengan Ninihnya. Besok paginya jam 07.00 aku sudah boleh pulang.


***


    Sepekan kemudian aku kontrol pascatindakan. Ternyata masih ada yang tertinggal, bentuknya seperti bulatan kantong rahim. Aku diminta minum obat untuk meluruhkan lalu harus kontrol lagi pekan depan.

    Kontrol kedua, masih ada juga bulatan itu. Beliau membersihkan secara manual namun ternyata ada alat yang kurang. Aku diminta untuk datang ke tempat praktik beliau di sebuah apotek malam nanti.

    Akhirnya setelah menunggu lama sekali karena aku diterakhirkan, dokter bilang sudah bersih. Beliau juga cerita sewaktu USG setelah proses kuret, bulatan itu tidak terlihat; baru terlihat saat aku kontrol pekan lalu.

    Ada satu hal yang buat aku senyum tiap aku ingat dari kontrol kedua hari itu baik yang siang maupun yang malam. Sewaktu ke rumah sakit siang harinya, motor kami sempat mati terus menolak untuk dinyalakan selama 10 menit saat berhenti di lampu merah. Sewaktu ke tempat praktik dokter malamnya, belum jauh dari rumah, hujan turun deras sederas-derasnya sampai kami berteduh kurang lebih setengah jam. Kami seperti diberikan "penunda" untuk datang terlalu cepat ke dokter, tapi kami jadi paham itu biar kami gak terlalu lama menunggu, karena aku memang sengaja diterakhirkan khawatir agak lama di dalam ruangan dokter jadi membuat antrian panjang (walaupun awalnya aku gak ngeh aku diterakhirkan). MasyaAllah, sekecil itupun sudah Allah atur.

    Jadi aku sangat yakin kehamilanku yang bermasalah kali ini pun memang sudah diatur Allah. Awalnya aku sempat takjug juga karena memang kehamilan ini sesuai timeline rencana yang aku buat setahun lalu, aku berpikir alhamdulillah ternyata Allah menyetujui rencanaku. Namun ternyata rencana Allah lebih baik lagi, aku belajar banyak sekali dari kejadian ini.

    Sekian kisah Cesarean Scar Ectopic Pregnancy di kehamilan keduaku ini. Semoga kehamilan selanjutnya lancar aamiin :)


Sunday, September 04, 2022

Komparatif

Terkadang kita merasa pilihan kita lebih baik daripada orang lain. Ya kita tak tahu saja, mungkin orang lain pun menganggap pilihan mereka lebih baik daripada pilihan kita.

Menurutku, tidak ada yang lebih baik. 

Semua orang punya preferensi masing-masing, punya latar belakang yang berbeda, punya pengalaman yang tak sama, punya keinginan tersendiri, punya kemampuan yang berbeda tingkatannya, dan banyak lainnya.

Aku kira, tidak perlu sih kita merasa jalan-jalan ke mall lebih tidak seru daripada jalan-jalan ke alam.
Kalau kita butuh untuk membeli sabun, kita akan pergi ke mall kan. Paling tidak ke minimarket. Bukan ke camping ground. Mungkin warung camping ground jual sabun, tetapi untuk apa jauh-jauh ke camping ground hanya untuk beli sabun.
Hal yang utama adalah; sumber kebahagiaan setiap orang itu ya berbeda-beda. Orang yang suka ke mall mungkin saja itulah yang membuat dia happy. Tidak perlu disama-samakan.

Aku kira juga, tidak perlu merasa ibu rumah tangga lebih santai daripada ibu bekerja. Ah, kalau ini aku tak berani banyak bicara. Aku cuma pernah 2 bulan jadi ibu bekerja dan baru 3 tahun 7 bulan jadi ibu rumah tangga. Pengalamanku jadi ibu bekerja tidak banyak.

Ibu rumah tangga full dan ibu rumah tangga dengan bisnis pun tidak perlu dibandingkan. Memenej waktu butuh pembiasaan.

Bisnis yang omsetnya masih tipis dengan bisnis yang sudah menampakkan hasil -- dengan waktu start yang kurang lebih sama -- juga menurutku sama hebatnya. Terpenting, tidak jalan di tempat dan tidak berhenti bukan.

Bisnis rumahan pun tidak perlu merasa kita paling memberikan yang terbaik, pertimbangan dan preferensi, sekali lagi, tidak sama. "Makanan aku isiannya paling banyak harganya murah tapi enak. Ada yang jual harga sama tapi isiannya dikit banget". 
Good for you; tapi menurutku, ya biarkan saja orang jual dengan standarnya dia. Tidak perlu membandingkan, baik kita tidak mengenal atau mengenal si penjual tersebut.


Aku (masih) belajar untuk tidak membandingkan diriku dengan ibu-ibu lainnya, dengan perempuan lainnya.
Kadang aku lupa, "Kok, aku begini saja sudah kepayahan. Dia didera masalah lebih berat tapi kuat."
Kemudian tersadar. Aku tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya. Hanya yang kulihat dari kacamataku.

Penyanggahan.
Aku tidak mengatakan bahwa kita tidak perlu berkembang. Kita hanya perlu berjalan di jalur kita sendiri dengan menjadi versi terbaik dari diri kita sendiri.

 Mantraku: aku cukup sebagai diriku.




- ditulis sebagai pengingat untuk diri sendiri.
@nunnurul. Powered by Blogger.