Showing posts with label motherhood. Show all posts
Showing posts with label motherhood. Show all posts

Friday, June 09, 2023

A Little Story for More Alhamdulillah

    So, I had my second pregnancy for about 56 days. Sometimes, even when we've expected any possibilities, any twirling emotion still may occur.

Note: postingan ini mungkin sedikit panjang, karena aku ingin meyimpan ceritanya di sini.


    Tanggal 3 Mei 2023, akhirnya periksa kehamilan, after two weeks knowing that I'm pregnant, setelah melewati Idul Fitri dan cuti dokter. Entah kenapa setiap pertama kali periksa hamil, aku selalu seperti mempersiapkan apa pun yang mungkin terjadi. Kemungkinan-kemungkinan apa pun. Ternyata di kehamilan kedua inilah aku mengalami apa yang bisa aku bilang ekspektasi yang tidak kuekspektasikan.

    Janin dan kantung hamil menempel di luka bekas operasi SC-ku dulu saat melahirkan anak pertama. Dokter pertama yang menanganiku menggelengkan kepalanya beberapa kali sambil menatap monitor tampilan USG. Janinnya tumbuh normal dan detak jantungnya terdengar. 

    Alhamdulillah sekali memilih ditangani dengan beliau when we first found out about the condition. Beliau mungkin tahu apa yang akan aku hadapi dan dari ucapan beliaulah aku percaya kalau ini sudah merupakan takdir dari Allah. 

    Beliau kemudian memberikan rujukan untuk berkonsultasi dengan dokter subspesialis fetomaternal di rumah sakit lain; untuk memastikan apa yang harus dilakukan selanjutnya. Hari itu juga kami ke rumah sakit tersebut, meskipun baru malam harinya kami bisa bertemu dengan dokter yang disarankan oleh dokter pertamaku.

    Apa yang aku rasakan saat itu? Pasrah sepasrah-pasrahnya, sambil ya berdoa juga tentunya. Sedih? Belum terlalu terasa karena aku lebih memikirkan apa yang akan aku jalankan selanjutnya. Menerima. Di titik itu aku merasa aku menerima. 

    Aku juga sangatttt bersyukur sekali, Bapak Ahmad Mubarik dengan kalem menemani istrinya jadi aku pun tidak terbawa panik; meskipun aku yakin pikiran kami sama-sama sibuk dengan segala kemungkinan dan beliau juga pasti mikirin kerjaannya yang ditinggal sementara. 

    Malam harinya, diagnosis dari dokter kedua yang merupakan dokter kandungan subspesialis fetomaternal adalah Cesarean Scar Ectopic Pregnancy or CSEP. Penyebabnya menurut beliau adalah aku kurang effort untuk mengembalikan otot rahim dan segala macam otot yang seharusnya dikembalikan setelah melahirkan. Jadi muncul lah rongga di luka SC dan menempellah kantung hamilku di situ. 

    Aku sempat googling tentang CSEP ini, menurut beberapa link yang kubaca, kejadiannya memang meningkat seiring meningkatnya proses kelahiran secara SC. Namun, kemungkinan terjadinya CSEP ini perbandingannya 1:1800 dari kehamilan pasca SC. Jadi memang aku si satunya dari satubandingseribudelapanratus.

    Dokter keduaku ini beberapa kali bilang kalau dalam kasus seperti ini, dokter akan mendahulukan keselamatan ibu. Posisi menempel yang salah tempat ini akan mengakibatkan perdarahan yang parah, kata beliau. Beliau juga menunjukkan banyaknya pembuluh darah di tempat dedek janin menempel, terlihat di layar USG. Di sini pun dipastikan janinnya normal, detak jantungnya dalam hitungan yang normal pula. Aku ingat angkanya, 114.

    Rekomendasi tindakan dari beliau adalah laparotomi, yaitu bedah perut. Setelah diskusi sama Pak Ahmad, kami memutuskan untuk berganti jaminan karena rumah sakit yang kedua ini lumayan biayanya, bisa buat aku umroh kayaknya. Hari berikutnya kami kembali ke rumah sakit dengan jaminan yang lain, asuransi pemerintah. Namun, baik dokter yang pertama menanganiku (beliau praktik juga di rumah sakit ini) maupun yang kedua, sedang tidak available. Kami berganti ke dokter ketiga.

    Saat konsultasi dengan dokter ketiga ini kami berusaha menjelaskan seperti yang sudah dipaparkan oleh dokter-dokter sebelumnya, tapi ada satu kali aku salah bicara. Saat menyebutkan rekomendasi tindakan dari dokter kedua, aku menyebutkan "SC" yang seharusnya laparotomi. Begitu aku mengucapkan SC, dokter ketigaku ini langsung kaget dan kemudian menceritakan pengalaman beliau membedah rahim di kondisi kehamilan masih sangat muda. Beliau bilang, "Rahim itu masih kecil sekali, seukuran telur ayam." Beliau menolak untuk menjalankan laparotomi and will go for curettage instead. Lalu aku dijadwalkan untuk tindakan tanggal 6 Mei 2023.

    Keluar dari ruangan dokter, aku dan Pak Ahmad saling menatap. Lho gak jadi laparotomi. Begitu lah kurang lebih makna tatapan kami. 

***

    Setelah melewati persiapan operasi, tes darah dan sebagainya, hari Sabtu subuh, aku dan Pak Ahmad ke rumah sakit lagi. Sekitar jam 10 dipasang alat untuk persiapan kuret dan kami menunggu sampai sekitar jam 15.30 aku ganti kostum untuk tindakan nanti. Sewaktu menunggu sebelum masuk ruang operasi, aku terus-terusan terpikir semoga selesai dengan kuret dan aman dan segala macam pikiran (maksain) positif lainnya. Alhamdulillah ngobrol ngalor ngidul ngulon sama Pak Ahmad bikin sedikit teralihkan.

    Kuret ini aku dibius umum alias pengsan alias tidak sadar. Sebelum dipingsanin, aku dzikir aja terus biar gak kepikiran soal si laparotomi. Kemudian aku masuk ke dalam video klipnya Coldplay x screensaver Windows2000. Wow bulat bulat warna warni, segitiga warna warni, kotak warna warni, kubus warna warni, balok warna warni. Lalu aku dengar aku disuruh angkat kepala. Hah, gimana caranya angkat kepala, aku lupa. Gak lama, aku merasa aku didorong di kasur terus ada yang pegangin tanganku, tangan Pak Ahmad. Sudah selesai sepertinya.

    Aku ingat aku nanya banyak hal sama Pak Ahmad, tapi aku gak ingat bicara apa aja. Cuma satu yang aku ingat, "Kamu udah buka puasa belum?" Karena beliau lagi puasa Syawal. Kata Pak Ahmad, aku masuk ruang operasi sekitar 20 menit. 

    Jam 21.00 aku masuk ruang perawatan biasa. Lalu kami tidur. Pertama kalinya tidak tidur sama Kamara huhu. Siang tadi dia ke Gramedia dengan Ninihnya. Besok paginya jam 07.00 aku sudah boleh pulang.


***


    Sepekan kemudian aku kontrol pascatindakan. Ternyata masih ada yang tertinggal, bentuknya seperti bulatan kantong rahim. Aku diminta minum obat untuk meluruhkan lalu harus kontrol lagi pekan depan.

    Kontrol kedua, masih ada juga bulatan itu. Beliau membersihkan secara manual namun ternyata ada alat yang kurang. Aku diminta untuk datang ke tempat praktik beliau di sebuah apotek malam nanti.

    Akhirnya setelah menunggu lama sekali karena aku diterakhirkan, dokter bilang sudah bersih. Beliau juga cerita sewaktu USG setelah proses kuret, bulatan itu tidak terlihat; baru terlihat saat aku kontrol pekan lalu.

    Ada satu hal yang buat aku senyum tiap aku ingat dari kontrol kedua hari itu baik yang siang maupun yang malam. Sewaktu ke rumah sakit siang harinya, motor kami sempat mati terus menolak untuk dinyalakan selama 10 menit saat berhenti di lampu merah. Sewaktu ke tempat praktik dokter malamnya, belum jauh dari rumah, hujan turun deras sederas-derasnya sampai kami berteduh kurang lebih setengah jam. Kami seperti diberikan "penunda" untuk datang terlalu cepat ke dokter, tapi kami jadi paham itu biar kami gak terlalu lama menunggu, karena aku memang sengaja diterakhirkan khawatir agak lama di dalam ruangan dokter jadi membuat antrian panjang (walaupun awalnya aku gak ngeh aku diterakhirkan). MasyaAllah, sekecil itupun sudah Allah atur.

    Jadi aku sangat yakin kehamilanku yang bermasalah kali ini pun memang sudah diatur Allah. Awalnya aku sempat takjug juga karena memang kehamilan ini sesuai timeline rencana yang aku buat setahun lalu, aku berpikir alhamdulillah ternyata Allah menyetujui rencanaku. Namun ternyata rencana Allah lebih baik lagi, aku belajar banyak sekali dari kejadian ini.

    Sekian kisah Cesarean Scar Ectopic Pregnancy di kehamilan keduaku ini. Semoga kehamilan selanjutnya lancar aamiin :)


Wednesday, September 18, 2019

Anakku adalah Anakku yang Ternyata Memang Anakku

Disclaimer: postingan ini akan bernuansa sok tua dan juga sok tau.

Mari kita mulai.

Kadang kalau lagi eling ga eling suka kepikiran pengen punya anak cukup 1 sahaja. Huahahaha.
WHY????
Bukannya gue takut hamil lagi. No. Malah pengen hamil lagi, hamil itu fase paling nikmat dari perjalanan parenting menurut gue hahaha. Bukannya takut melahirkan lagi. Engga, malah gue ingin banget bisa berikhtiar untuk bisa VBAC - vaginal birth after caserian - seandainya diberikan kepercayaan untuk hamil lagi.
Namun, tanggung jawab mendidik anaknya itu lho, yang sungguh sangat tidak main-main. Selalu percaya bahwa Ibu adalah sekolah, madrasah, guru, pertama dari seorang anak - Bapak kepala sekolah berarti ya hehehe. Setiap Ibu (dan Bapak juga pastinya) pasti ingin anaknya tumbuh jadi seseorang yang baik, berguna untuk orang lain, dll dsb dst pokoknya yg baik-baik lah. Ya ga bisa dong tiba-tiba si Anak jadi orang yang berakhlak karimah tapi tidak diajarkan dan tidak dicontohkan oleh orang tuanya. Mungkin special case ada. Tapi ya pada umumnya tetap orang tua adalah diktatnya anak dan anak fotokopiannya orang tua dengan beberapa perbedaan di beberapa halaman karena ada pengaruh lingkungan juga. Monmaap, Anda mengulang kata beberapa.
Intinya maaaaah, gue tidak bisa memastikan sifat dan sikap buruk apa yang nantinya terbentuk dan menempel di anak gue. Gue juga tidak bisa memastikan semua sifat dan sikap baik yang gue inginkan bisa ada pada anak gue. Yang jelas, gue harus dan memang tanggung jawab gue untuk memastikan bahwa sifat dan sikap baik itu lebih banyak daripada yang buruknya.

P.S. Mohon maaf judul memang tidak ada hubungannya dengan isi tulisan.

Sunday, May 26, 2019

Locomotive Baby

Setelah mengendap di draft selama lebih dari dua minggu, cerita pertama yang akan gue share tentang peribu-dan-anak-an adalah... perjalanan ke Semarang naik kereta bersama Rara. Bukan tips atau apa sih, karena gue baru pertama kali ngajak Rara jalan-jalan dan langsung jauh haha. Kebun Raya Bogor aja belum pernah dikunjungi, langsung nyalip ke Semarang hihi. Jadi ini lebih ke cerita mengajak Rara berpergian. Oh iya, Rara ke Semarang umur 4 bulan 3 minggu, dalam rangka menengok omnya Rara yang kuliah di sana, sebelum bulan Ramadan.
Sebelum berangkat, gue sempet baca-baca di salah satu buku yang gue beli dalam rangka menjadi orang tua baru, tentang tips berpergian sama bayi.
Tips yang paling gue inget adalah, kurang lebih seperti ini: "Jika Anda berpergian dengan menggunakan kendaraan umum, berpergianlah di jam bayi tidur sehingga ia akan lebih banyak tertidur."
Untuk perjalanan berangkat, gue bisa ambil perjalanan malam. Memang setiap ke Semarang kami pasti naik kereta Tawang Jaya yang berangkatnya malam, yaitu pukul 23.00. Masuk ke gerbong dan duduk di bangku kereta awalnya Rara sempet kebingungan. Wajar banget lah ya, biasanya cuma berdua sama ibunya di rumah, lha ini ramai sekaliii banyak orang. Setelah gendong oper-oper Bapak-Ibu-Nenek-Aki, Rara berhasil tidur pules dengan digendong Ibu dan Nenek secara bergantian. Dia tetap pulas sampai terbangun jam 5 pagi. Perjalanan ke Semarang ini kurang lebih butuh waktu sekitar 7 jam.
Nah untuk perjalanan pulang, gue pun niatnya pengen naik kereta yang jalannya malam. Kalau ga salah ada kereta Brantas yang berangkat dari Semarang sekitar pukul 21.00. Namuuun, ternyata Aki-Neneknya Rara sudah duluan beli tiket untuk Tawang Jaya yang berangkatnya pukul 13.00 dari Semarang. Gue pikir daripada berdua doang sama Bapaknya, yasudah kami ikut beli tiket yang sama dengan Aki-Neneknya. Yep, di kereta siang ini karena bukan di jam tidurnya, Rara cuma tidur sebentar-sebentar dan tidak terlalu nyenyak. Lumayan agak rewel karena sebetulnya mengantuk tapi kadang ada suara dari pengeras suara atau suara petugas dari restorasi yang keliling nawarin makanan jadi Rara sering terbangun. 
Selanjutnya, mengenai itinerary. Kalau pergi sewaktu belum nikah, yaa sebelum punya bayi deh, dalam satu hari mungkin bisa mengunjungi beberapa tempat. Selain itu, durasinya juga singkat: satu malam di kereta, satu malam di hotel, besoknya langsung pulang. Kali ini karena bawa bayi, kami ga terlalu pergi ke banyak tempat, malah satu hari cuma satu lokasi saja. Kami juga menginap dua malam di Semarang. Maksudnya biar Rara bisa lebih banyak istirahat. Di hari pertama kami cuma ke Lawang Sewu, sekalian menunggu jam check in hotel. Kami pergi ke sana setelah menitipkan barang bawaan di lobby hotel. Hari kedua juga cuma ke Klenteng Sam Poo Kong di siang harinya, karena paginya Rara tidur terus hihi. Pokoknya lebih santai dan tidak terlalu banyak agenda. Bayi perlu adaptasi dengan lingkungan baru pastinya kan, kalau terus diajak jalan, istirahatnya hanya sedikit plus terlalu banyak stimulasi jadinya kelelahan akhirnya rewel.
Selanjutnya, soal mandi! Hehe. Ini gue agak menyesal pilih hotel yang kurang proper kalau untuk bawa bayi. Kalau orang dewasa sih ga masalah ya hotel sederhana juga. Hotel yang gue pilih ini ternyata ga punya wastafel besar, hanya ada wastafel kecil dan sempit. Niat gue mau mandiin Rara di wastafel sebagai ganti bak mandi pun sirna. Ga mungkin cukup anak aku yang gemas itu mandi di wastafel sempit, dan dia juga belum bisa duduk tegak - yha baru mau 5 bulan umurnya. Akhirnya dua mandi pertama, gue ikutan mandi sama Rara, jadi Rara mandi di shower sambil gue gendong. Air panas hotelnya ga keluar pula, kecewa jadinya huhu. Terus setelah satu malam di hotel gue baru tau kalau ternyata di kamarnya Aki-Nenek ada ember! Jadi dua mandi berikutnya Rara mandi di ember, dan air hangatnya baru keluar. Gue jadi mikir selanjutnya kalau mau bawa Rara nginep di hotel, ambil yang hotel yang agak bagus sekalian deh. Kasian kalau jadinya mandi ga nyaman karena airnya dingin. Oh iya Rara masih mandi air hangat, tidak terlalu hangat sih, yang penting tidak dingin hehe.
Mungkin itu saja yang bisa gue share tentang perjalanan bersama bayi lima bulan kurang 1 minggu.
Terima kasih bayi Bolangku yang jagoan karena lebih banyak antengnya daripada rewelnya. We'll go somewhere else soon!

Note:
1. Mungkin ada pertanyaan, kok naik kereta ekonomi? Ga kasian sama bayi? Kalau gue justru mikirnya ekonomi lebih leluasa. Di kereta ekonomi kan seat nya bablas tuh ya, bukan kursi 1-1, dan seat nya ada yg tiga deret. Gue beli tiket untuk 3 dewasa dan 1 bayi. Bayi ga dapet tempat duduk, tapi biar kursi 3 deret itu jadi milik kami, gue beli tiket pakai nama adek gue. Jadi seat yang 3 kami beli satu deret, lega kan? Kalau bayi pegel bisa dibaringin dulu. Kalau eksekutif kan sepengalaman gue yang lebih sering naik ekonomi, setiap gue naik eksekutif, seatnya dua dan 1-1, ga bisa baringin bayi begitu saja tanpa ada ganjelan di sekitar punggung bayi. Dan pastinya lebih murah, jadi beli 3 seat pun ga bikin rogoh-rogoh rekening banget.
2. REMINDER! Kondisi setiap anak bisa jadi berbeda. Gue bawa Rara naik kereta dan alhamdulillah anaknya sehat. Jangan lupa selalu pantau kesehatan bayi/anak sebelum-saat-setelah berpergian; bawa obat semisal penurun panas jika diperlukan. Jangan paksakan bayi berpergian kalau sekiranya bayi bakal kurang nyaman. Orang tua harus persiapkan segala perabotan dan perintilan termasuk siapkan mental nenangin anak yang mungkin rewel di jalan.
Happy travel with Nakicik Ghemesyin!

Here's the group photo!


Nunu - mamak yang ingin anaknya banyak belajar dari cerita perjalanan.
@nunnurul. Powered by Blogger.